Dalam kegiatan Capacity Building Sesi 3, Aswaja Centre Unwahas hadirkan Dosen FISIP Unwahas Bapak Zudi Setiawan, S.IP., M.Si sebagai narasumber yang membedah secara singkat mengenai keteladanan dan spirit pergerakan KH. Wahid Hasyim. Acara ini berlangsung di Laboratorium Aswaja Centre Unwahas, Jumat lalu (6/6)
Nama KH. Abdul Wahid Hasyim sudah tidak lagi asing kita dengar. Beliau merupakan Menteri Negara bidang Keagamaan pertama saat Indonesia menganut sistem pemerintahan Serikat (Republik Indonesia Serikat), sekaligus menjabat sebagai Menteri Agama dalam tiga kabinet yakni Kabinet Hatta, Natsir, Sukiman (1949-1952). Tahun-tahun tersebut merupakan pencarian jati diri bangsa Indonesia dalam segala aspeknya termasuk bidang pendidikan agama. Pada saat itu KH Abdul Wahid Hasyim tampil sebagai konseptor ulung pendidikan agama, dan sampai kini pemikirannya masih relevan bahkan berusaha untuk dikembangkan.
Zudi Setiawan, S.IP., M.Si, selaku narasumber juga menjelaskan bahwa KH. Wahid Hasyim adalah sosok yang terkenal dengan keilmuan dan pergerakannya yang cepat bahkan terhitung sangat cepat di usia mudanya. KH. Wahid Hasyim terlahir sebagai pemilik darah biru, yang memiliki nasab percampuran Arab, Jawa, dan China. Beliau dilahirkan oleh Tokoh Besar. Yang masih mendarah ke trah Majapahit.
Beliau tumbuh di era Kolonialisme Belanda dan Jepang, saat sudah terbukanya akses pendidikan. Pada era tersebut pula memunculkan intelektual dan semangat pergerakan nasional. Kemudian beliau menempuh pendidikan di pondok pesantren Tebu Ireng, yang juga membuat “pergerakan gebrakan” Yang dikaitkan dengan konteks global. Seperti perpustakaan dan pembelajaran bahasa asing.
Selain membuat perubahan dan pergerakan, Beliau juga rajin membaca dan menulis buah pikirannya, beliau adalah sosok yang berfikir sebelum bergerak. Bahkan, untuk memilih organisasi NU sendiri pun membutuhkan 4 tahun untuk berfikir. Tak lain beliau juga sebagai aktifis dan penggerak di bidang sosial dan politik, yang terbukti dengan peran beliau di dalam proses berdirinya Indonesia. Di usianya yang masih dibilang muda, beliau telah menjadi anggota BPUPKI, Panitia Sembilan, dan berperan penting dalam finalisasi sila pertama Pancasila. Dan beliau wafat pada usianya yang ke 38 Tahun.
Narasumber juga memberikan hikmah atas keteladanan dari pergerakan KH. Wahid Hasyim “Istiqomah dalam belajar, gemar membaca, semangat membaur dalam masyarakat yang plural, tradisi menulis, adanya penyiapan regenerasi kepemimpinan, dan jika ada kesepakatan kita patuhi bersama”.
Di akhir kajian, Bapak Ma’as Shobirin memberikan closing statement, “Cara untuk menjadi orang besar antara lain, mempunyai guru yang hebat, berkumpul dengan orang hebat dan melahirkan orang hebat.”, tutur, Ketua Aswaja Centre Unwahas.
Pegiat Muda Aswaja
Nur Vania Fitra
(Mahasiswi Ilmu Politik Universitas Wahid Hasyim)
Leave a Comment