GUS DUR DAN AGAMA

Pemikiran Gus Dur tidak sesederhana yang saya sampaikan. Begitulah prolog yang disampaikan Tedi Kholiludin, Direktur eLSA (Lembaga Studi Sosial dan Agama) Semarang dan CRMS (Centre for Religious Moderation Studies) FAI Unwahas.

            Beliau menjadi salah satu pemateri Kelas Pemikiran Gus Dur (KPG) pada Sabtu, 29 Mei 2021. Beliau menuturkan bagaimana Gus Dur sebagai sosok Kiyai yang bisa menjadi seorang presiden. Meskipun dari latar belakang agama tertentu (Islam-red), Gus Dur tidak pernah mendiskriminasi agama lainnya. Hal ini harus kita syukuri, kita mempunyai contoh (role model) dalam beragama di Indonesia.

            Gus Dur pernah menyampaikan suatu kata fenomenal, yang sampai sekarang masih sering dikutip oleh tokoh-tokoh, Agama seharusnya menjadi inspirasi, bukan aspirasi. Gus Dur ingin menyampaikan bahwa agama seharusnya menjadi insipirasi bagi setiap pemeluknya, bukan malah menjadi aspirasi politik yang malah mengecilkan nilai agama itu sendiri.

            Agama yang menjadi aspirasi akan bersifat tegang, karena pastinya hal itu memiliki tujuan tertentu. Dan setiap tujuan biasanya akan memiliki perbedaan dengan tujuan orang lain/kelompok lain. Hal ini malah menjadikan agama sebagai sumber konflik, mengingat di Indonesia sendiri mempunyai keaneragaman agama.

            Banyak Peneliti akhirnya juga mempelajari mengenai pergerakan Gus Dur dalam agama. Dan ternyata Gus Dur bukanlah tokoh Modernist Muslim, dimana modernist ini sering dikaitkan dengan perubahan-perubahan dan pembaruan, terutama mengenai adat istiadat dan budaya ataupun tradisi. Sedangkan Gus Dur adalah tokoh Progressive Traditionalist Muslim. Dimana, pergerakannya tidak menghapus adat istiadat dan budaya ataupun tradisi.

            Hal tersebut hampir sama dengan presiden pertama Republik Indonesia yaitu Presiden Soekarno. Presiden Soekarno tidak mau jika beliau dianggap sebagai pencipta pancasila (pembaru). Karena beliau hanya meanggali, apa-apa yang sudah ada di bumi ibu pertiwi sejak lama. Sama dengan Gus Dur, beliau hanya menggali apa yang sudah ada kemudian dikemas dengan cara yang baru.

            Gus Dur tidak banyak melakukan perubahan dalam hal tradisi, beliau hanya meneruskan dan mengembangkan tradisi tersebut agar terus mengikuti perkembangan jaman. Gus Dur juga melakukan upaya-upaya agar tradisi terus terjaga di tengah tekanan dari orang-orang yang anti budaya.

            Sebagai sosok muslim, Gusdur mempraktekkan islam sebagai rahmatan lil alamain, bukan rahmatan lil mukminin. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana Gusdur selalu mencoba dekat dengan banyak elemen masyarakat tanpa memandang Sara. Beliau juga ingin menyampaikan bagaimana beragama bukan menjadi halangan bernegara ataaupun menjadi penghalang dalam bermasyarakat.

Kontributor:
Pegiat Muda Aswaja Unwahas
Yoga Pratama (Prodi Hubungan Internasional Fisip Unwahas)

Bagikan:

Tags

Related Post

Leave a Comment