SEMARANG – Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) telah sukses menggelar Orientasi Keaswajaan Mahasiswa Tahun 2025 pada Selasa (16/9/2025). Mengusung tema “Merawat Tradisi NU dan Menyemai Aswaja di Era Digital”, acara ini membekali ribuan mahasiswa baru dengan pemahaman fundamental dan kontekstual mengenai Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) sebagai pedoman hidup.
Sesi pagi difokuskan pada penguatan pilar-pilar dasar Aswaja. Dr. KH. Muh. Syaifudin, M.A, yang akrab disapa Abah Syaifuddin, menjelaskan bahwa Aswaja adalah ajaran yang konsisten mengikuti tradisi Nabi Muhammad SAW beserta sahabatnya (Assunnah wal Jama’ah). Beliau menekankan prinsip penting dalam akidah Aswaja yang pantang mengkafirkan seseorang. “Ketika banyak indikasi yang menyebut seseorang itu kafir, sementara ada satu indikasi yang menyebut ia muslim, ambillah perkataan yang menyebut ia muslim,” tegasnya.
Melengkapi pemaparan tersebut, Drs. KH. M. Syakur, M.Ag. menegaskan bahwa amaliyah khas NU seperti tahlil dan ziarah kubur memiliki dalil-dalil yang kuat dan diakui. Sesi pagi ditutup oleh Dr. H. Agus Riyanto, S.IP., M.Si., yang menjelaskan konsep Aswaja sebagai Manhaj al-Harakah atau pedoman gerakan. Menurutnya, nilai-nilai Aswaja harus diwujudkan dalam tindakan nyata di berbagai bidang dengan mengedepankan kemaslahatan umat dan menjaga keutuhan NKRI.
Memasuki sesi sore, pembahasan beralih pada tantangan dan peran generasi muda NU di era digital. Dr. KH. Iman Fadhilah, M.SI, mengingatkan mahasiswa untuk bijak menggunakan media sosial. “Tantangan utamanya adalah pintar-pintar menyerap informasi. Isu apapun, jika kita tidak ahli, jangan asal mengambil keputusan, tapi telusuri dulu kebenarannya,” pesannya.
Selanjutnya, Dr. KH. Muhammad In’amuzzahidin, MA, memberikan wawasan praktis tentang inovasi proyek berbasis komunitas. Beliau menyoroti pentingnya istikharah, analisis peluang, keberanian melangkah, keterbukaan informasi, serta tidak melupakan “jalur langit” dalam setiap ikhtiar.
Sebagai penutup, Ustadz H. Ahmad Riyadhin Al Hafidz memotivasi mahasiswa untuk menjadi agen perubahan. Menurutnya, perubahan besar dimulai dari persepsi. “Semakin dekat persepsi kita dengan wahyu, semakin kuat kita menghasilkan agen perubahan yang besar,” ujarnya. Beliau juga mengutip hadis bahwa orang yang paling kuat bukanlah yang jago gulat, melainkan yang mampu menahan hawa nafsunya.Secara keseluruhan, orientasi ini tidak hanya memberikan landasan teoritis, tetapi juga membekali mahasiswa baru Unwahas dengan panduan praktis untuk menjadi seorang muslim Ahlussunnah wal Jama’ah yang moderat, inovatif, dan bertanggung jawab di era digital
Leave a Comment